Kamis, 28 Januari 2010

LEKSOLOGI

RESUM

LEKSIKOLOGI

Dosen Pengampu : Eny Styowati, S.Pd.



Disusun Oleh :

KANJENG MA'RUF.Sp.d

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PGRI PACITAN

Jalan Cut Nyak Dien.4A. Ploso – Pacitan (Email : stkippacitan@plasa.com )

2009

PEMBENTUKAN KATA

Kata – kata yang digunakan dalam pertuturan ada yang sudah berupa kata “jadi”, seperti di sub bab 1.2, tetapi juga banyak yang baru dibentuk kemudian. Yang sudah berupa kata “jadi” itu sebagian besar karena sifat kearbitrerannya, tidak dapat ditelusuri lagi cara pembentuknya, tetapi banyak pula yang dapat ditelusuri proses pembentukannya. Yang kedua kita sebut pross pembentukan yang bukan gramatika, sebagai dikotomi yang dibentuk melalui proses gramatika. Di samping itu, ada yang dibentuk melalui proses perubahan internal, dan satu lagi melalui proses adopsi. Keempat cara itu akan dibahas pada subbab – subbab berikut :

4.1 Pembentukan Bukan – Gramatikal

Setiap kata menurut teori klasik dari Ferdinand de Saussure (1913) terdiri dari dua komponen, yaitu : Komponen bentuk dan bunyi (Prancis : signifiant) dan komponan makna, arti, atau konsep (Prancis :signifie). Kedua komponen ini merupakan fenomena intralingual mengacu pada sebuah rujukan atau referen yang merupakan fenoman ekstralingu11al. Sedangkan antara bentuk dan makna bersifat arbitren. Artinya hubungan antara bentuk dan makna itu tidak bersifat wajib sehingga hubungan keduannya tidak dapat dijelaskan. Misalnya, kita tidak dapat menjelaskan mengapa binatang berkaki empat yang bisa dikendarai (ini makna), disebut kuda (ini bentuk atau bunyi). Meskipun demikian ada sejumlah kata yang proses pembentukannya dapat ditelusuri yakni melalui proses onomatope, proses akronimisasi, dan pengambilan dari nama penemu, pembuat, tokoh, atau nama tempat.

4.1.1 Proses Onomatope

Kata – kata itu dibentuk dengan meniru bunyi hal, benda, atau peristiwa yang mengeluarkan bunyi tersebut. Misal cecak, tokek, anjing = guk – guk, dan kucing = meong yang biasa menurut bahasa kanak – kanak, dsb.

4.1.2 Akronimisasi

Proses ini menghasilkan bentuk kata yang disebut akronim. Dalam proses pembentukannya sebuah makna atau konsep yang ditampilkan dalam bentuk dua buah kata atau lebih, disingkat kata – katanya sehingga membentuk sebuah kata baru. Misalnya kata cipularang (Sikampek – Purwakarta – Padalarang), Pusdisklat, Uncen (Universitas Cendrawasih).

Dalam pembentukannya ada beberapa cara penyingkatan, yaitu :

1) Pengambilan huruf – huruf (fonem – fonem) pertama dari kata – kata pembentuk konsep itu, misal ABRI, IKIP,dsb.

2) Pengambilan suku kata pertama dari setiap kata yang membentuk wadah konsep. Misal Balita, Ormas (Organisasi massa), Orpol(Organisasi Politik).

3) Pengambilan suku kata yang dianggap dominan dari kata yang mewadahi konsep. Misal tilang, panwaslu, depdiknas, gakin, juknis.

4) Pengambilansuku kata tertentu disertai dengan modifikasi yang tampaknya tidak beraturan, namun masih dengan memperhatikan keindahan sunyi. Misanya pilkada, organda,unesa, kloter, bulog, purek.

5) Pengambilan unsur – unsur kata yang mewadahi konsep itu, tetapi sukar disebutkan keteraturannya. Termasuk disini. Misal sinetron, iptek, satpam, kalapas, dalhura.

4.1.3 Nama penemu, pembuat, tokoh, merek dagang, dan tempat

Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang ditelusuri berasal dari nama seseorang penemu, pembuat, tokoh, merek dagang, dan tempat. Contoh ikan tawar mujair dari nama penemu dan diternak oleh seorang petani di Kediri, Jawa Timur yang bernama Mujair, alat kontrasepsi kondom yang dibuat oleh Dr. Candom. Dsb.

4.2 Pembentukan Kata Gramatikal

Kata – kata “jadi” maupun kata – kata yang dibentuk melalui proses onomatope dan proses akromonimisasi dalam pertuturan, biasanya perlu dibentuk dulu menjadi kata gramatikal melalui proses gramatika, yaitu proses afikasi, proses reduplikasi, proses komposisi, atau proses konversi. Dalam proses gramatika ini ada bentuk dasar (atau dasar saja).

Bentuk dasar (atau dasar) dalam pembentukan kata gramatikal dapat berupa bentuk pradasar, kata dasar, kata imbuhan, kata berulang, dan kata gabung.

Bentuk pradasar adalah morfem dasar terikat seperti jaung pada berjuang, sisa pada kata sia – sia.

Kata dasar yakni kata sebenarnya yang telah dapat digunakan dalam pertuturan seperti kata makan (mereka Cuma makan ubi) bentuk dasar itu dapat digunakan untuk pembentukan kata lain misalnya pemakan, makanan.

Kata ulang dapat juga menjadi bentuk dasar misalnya kata ulang lalu - lalang pada kata berlalu – lalang, kata ulang luluh – lantak pada kata meluluhlantakkan.

4.2.1 Pembentukan Kata Melalui Proses Afikasi

Proses membubuhkan afiks pada bentuk kata dasar untuk membentuk kata baru yang secara gramatikal memiliki status yang berbeda dengan bentuk dasarnya, dan secara semantik memiliki makna baru atau konsep baru yang berbeda dengan bentuk dasarnya, dan secara semantik memiliki makna baru atau konsep baru yang berbeda dengan bentuk dasarnya. Misal prefik pe- menjadi pemakan, prefiks ter- menjadi termakan.prefik ke- dan sufik –nya.

Afik – afik dalam proses pembentukan kata gramatikal di kelompokkan dalam :

1) Afiks – afiks pembentukan verba, yaitu :

ber-

me- inflektif

me- derivatif

di- inflektif

Prefiks di- derivatif

ter- inflektif

ter- derivatif

ke- derivatif

per-

-kan

sufiks

-i

ber- an

konfiks per- kan

per- i

2) Afiks – afiks pembentuk nomina

pe-

Prefiks

ter-

-an

Sufiks

-nya

pe- an

konfiks per-an

ke-an

3) Afiks –afiks pembentuk adjektiva

-is

-ik

-wi

sufiks

-iah

-i

-al

4) Afiks – afiks pembentuk adverbia

Konfiks Þ se-nya

4.2.2 Pembentukan Kata melalui Proses Reduplikasi

Proses mengulang bentuk dasar untuk mendapatkan makna tertentu. Dalam hal ini ada 4 macam proses pengulangan, yaitu :

(1) Pengulangan bentuk dasar secara utuh, seperti makan – makan (bentuk dasar makan), kecil – kecil (bentuk dasar kecil )dsb.

(2) Pengulangan bentuk dengan perubahan bunyi, seperti sayur mayur (bentuk dasar sayur)

(3) Pengulangan bentuk sebagian atau tidak utuh, seperti tetangga (bentuk dasar tangga), jejari (bentuk dasar jari)

(4) Pengulangan bentuk dasar dibarengi dengan pemberian afiks seperti berton – ton (bentuk dasar ton)

Pengulangan bentuk dasar dilakukan untuk mendapatkan makna :

a) 'banyak' seperti pada kata buku – buku, bangunan – bangunan, dll. Makna banyak diperoleh kalau bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+benda)

b) 'banyak' dan bermacam – macam', seperti pada obat – obatan, sayur – mayur, biji – bijian, pepohonan. Makna 'banyak' dan 'bermacam – macam' diperoleh apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+benda) dan bermacam – macam);

c) 'banyak dengan satuan ukuran (dasar)'seperti pada kata berton – ton, berbotol – botol, bertruk –truk. Makna 'banyak dengan satuan ukuran (dasar)' dapat diperoleh kalau bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+benda) dan (+ukuran);

d) 'banyak yang (dasar)', seperti besar – besar, lebar – lebar. Makna banyak yang (dasar) dapat diperoleh makna (+benda) dan (+keadaan);

e) ‘agak (dasar)’, seperti kata kebiru – biruan, kehitam – hitaman, kekanak – kanak. Makna agak(dasar) ini dapat diperoleh bila bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+benda) dan (+mainan);

f) ‘menyerupai’ seperti kuda – kudaan, langit – langit, mobil – mobilan, dan rumah – rumahan;

g) ‘se(dasar) mungkin’, seperti pada kata lebar – lebar, jauh – jauh, lurus – lurus. Makna yang dapat diperoleh kalau bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+keadaan) dan (+tindakan);

h) ‘meskipun(dasar), seperti mentah – mentah, sakit – sakit, dan jauh – jauh. Makna ‘meskipun’ (dasar) ini dapat diperoleh kalau bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+keadaan) dan (+pertentangan). Makna ini pun baru jelas kalau kata tersebut digunakan dalam kalimat;

i) ‘tindakan berulang – ulang’, seperti menari – nari, menembak – nembak. Makna ‘tindakan berulang – ulang’ ini dapat diperoleh kalau bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+tindakan) dan (+berulang);

j) ‘tindakan berbalasan’, seperti tembak – menembak, ejek – mengejek. Makna ‘tindakan berbalasan’ ini diperoleh kalau bentuk dasarnya memiliki komponen makna (+tindakan) dan (+berbalasan), sedangkan bentuknya berupa perulangan regresif;

k) ‘hal me-(dasar)’ seperti pada kata tari – menari, ketik – mengetik. Makna ‘hal me-(dasar)’ ini dapat diperoleh kalau bentuk dasarnya memiliki komponen makna [+tindakan] dan [+hal], sedangkan bentuknya berupa pengulangan regresif;

l) ‘dilakukan tanpa tujuan sebenarnya’ , seperti pada kata duduk- duduk, makan – makan, dan mandi – mandi. Makna ‘dilakukan tanpa tujuan sebenarnya’ ini dapat diperoleh kalau bentuk dasarnya memiliki komponen makna [+tindakan] dan [+kebiasaan];

m) ‘terdiri dari [ dasar ]’, seperti pada kata dua – dua, tiga – tiga. Makna ‘terdiri dari [dasar]’, ini dapat diperoleh kalau bentuk dasarnya memiliki komponen makna [+bilangan];

n) ‘menegaskan’, seperti pada kata kita – kita, mereka – mereka. Makna ‘menegaskan’ ini dapat diperoleh kalau bentuk dasarnya memiliki komponen makna [+manusia];

4.2.3 Pembentukan Kata Melalui Proses Komposisi

Dalam tata bahasa ada dua buah istilah perlu terlebih dahulu dibedakan konsepnya, yaitu istilah komposisi dan istilah frase . Istilah Komposisi berkenaan dengan bidang morfologi untuk mengacu pada adanya du buah kata atau lebih untuk suatu konsep. Sedangkan frase berkenaan dengan adanya dua buah kata atau lebih yang menduduki salah satu fungsi kalimat, entah subjek, entah predikat, maupun objek. Satuan yang disebut frase lazim sebagai satuan sintaksis yang tidak melewati batas fungsi.

Dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia proses komposisi telah dilakukan untuk penamaan, leksikalisasi, dan gramatikalisasi. Namun, proses komposisi yang banyak dilakukan adalah pada gramatikalisasi.

(1) Penamaan

Proses pemberian nama untuk suatu konsep kebendaan. Contoh nama – nama Jakarta Selatan, Provinsi Lampung, Kabupaten Agam, Sungai Ciliwung, Gunung Klabat, Danau Toba, dan Pancasila.

(2) Leksikalisasi

Pembentukan kata untuk mendapat satu kesatuan makna. Misal matahari, mata sapi(telor ceplok), keras kepala, kupu – kupu malam(pelacur)dll. Sebagaian besat dari hasil leksikalisasi komposisi adalah apa yang lazim disebut dengan istilah idiom/ kata majemuk.

(3) Gramatikalisasi

Komposisi gramatikal dilakukan untuk mendapatkan satuan bahasa bermakna gramatikal. Di anatara makna – makna gramatikal yang dihasilkan adalah untuk mendapatkan makna :

(a) ‘milik atau kepunyaan’, seperti celana adik, baju ayah, mobil lurah, vila gubernur, rumah presiden. Makna ‘milik’ atau ‘kepunyaan’ ini diperoleh kalau unsur pertama memiliki komponen makna [+benda] dan unsur kedua memiliki makna [+orang];

(b) ‘bahan’, seperti celana batik, baju sutra, mobil baja, rumah kayu. Makna ‘bahan’ diperoleh kalau unsur pertama memiliki komponen makna [+barang buatan] dan unsur kedua memiliki makna [+bahan untuk membuat sesuatu];

(c) ‘asal tempat’ seperti mobil korea, motor cina, sate padang jambu bangkok, dan nanas palembang. Makna ‘asal tempat’ diperoleh kalau unsur kedua memiliki komponen makna [+tempat];

(d) ‘letak’ seperti pada kamar depan, pintu samping dll. Makna ‘letak’ diperoleh kalau unsur pertama memiliki makna [+benda] dan unsur kedua memiliki komponen makna [+arah];

(e) ‘bentuk’ seperti besi bulat, meja bundar, cermin cembung,dll. Makna bentuk diperoleh kalau unsur pertama memiliki komponen makna [+benda] dan unsur kedua memiliki komponen makna [+bentuk];

(f) ‘tujuan’ atau ‘kegunaan’ seperti uang jajan, mesin cuci, mobil dinas, karet penghapus, dll. Makna bentuk ini diperoleh kalau unsur I memiliki komponen makna [+alat] dan unsur kedua memiliki komponen makna [+tindakan];

(g) ‘tempat’ seperti kamar mandi, rumah makan, halaman pakir, dll. Makna bentuk ini diperoleh kalau unsur I memiliki komponen makna [+lokasi] dan unsur kedua memiliki komponen makna [+kegiatan];

(h) ‘ukuran’ seperti bus mini, pedagang kecil, rapat raksasa. Makna bentuk ini diperoleh kalau unsur pertama memiliki komponen makna [+benda] dan unsur kedua memiliki komponen makna [+ukuran];

(i) ‘usia’ atau ‘ umur’ seperti barang antik, mobil tua, bangunan kuno, peraturan baru, musik klasik. Makna ‘usia’ diperoleh kalau unsur pertama memiliki komponen makna [ +benda] dan unsur kedua memiliki komponen makna [+usia];

(j) ‘keserupaan’ seperti mulut botol, lengan kursi, daun jendela, telinga wajan. Makna ‘keserupaan’ diperoleh kalau unsur pertama memiliki komponen makna [+sifat] dan unsur kedua memiliki komponen makna [+benda].

4.2.4 Proses Konversi

Konversi lazim juga disebut derivasi zero, transmutasi, atau transposisi adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk berkategori lain tanpa mengubah bentuk tersebut. Dalam bahasa Indonesia yang teramati adalah perubahan dari kategori nomina menjadi kata berkategori verb. Misal kata cangkul dalam kalimat “Petani membawa cangkul ke sawah” berubah menjadi berkategori verba dalam kalimat “Cangkul dulu baik – baik ladang itu baru ditanami ketela.” Contoh lain kata – kata berkategori nomina yang bisa dikonversi menjadi berkategori verb adalah kunci, tutup, rantai, umpan, geraji, kikir, silet, dan gunting.

4.3 Perubahan Internal

Beberapa perubahan internal yang patut ditengahkan adalah :

(1) Proses Metatesis, yaitu proses tukar tempatnya fonem pada sebuah bentuk misal:

usap ® apus ® sapu

kelikir ® kerikil

resap ® serap

lebat ® tebal

banteras ® berantas

beting ® tebing

almari ® lemari

(2) Proses Epentesis, yaitu proses penambahan sebuah fonem atau lebih di tengah sebuah bentuk misal :

Upama ® umpama

Kapak ® kampak

Kemarin ® kelemarin

Akasa ® angkasa

General ® jenderal

Sapi ® sampi

(3) Prose Protesis, yaitu proses penambahan fonem pada awal sebuah kalimat. Misal :

Lang ® elang

mas ® emas

stri ® istri

smara ® asmara

mpu ® empu

punya ® empunya

(4) Proses Aferesis, yaitu proses penanggalan fonem pada awal sebuah bentuk.misalnya:

Tetapi ® tapi

hembus ® embus

hajar ® ajar

upawasa ® puasa

pepermint ® permen

valocipede ® sepeda

(5) Proses Sinkop, yaitu proses penanggalan fonem di tengah sebuah bentuk, misal:

niyata ® nyata

baharu ® baru

rahasia ® rasia

utpatti ® upeti

sahaya ® saya

(6) Proses Apokope, yaitu proses penanggalan fonem pada akhir sebuah bentuk, misal:

pelangit ® langit

mpulaut ® pulau

(7) Proses Elipsis, yaitu proses penanggalan bagian tertentu dari suatu konstruksi. Misal:

Bagai ini ® begini

Ia itu ® yaitu

Ia ini ® yakni

(8) Proses Asimilasi, yaitu proses perubahan dua buah fonem yang tidak sama menjadi sama dalam sebuah bentuk. Misal:

Al- salam ® assalam

In-moral ® immoral

In-port ® impor

Dst

(9) Proses Disimulasi, yaitu proses perubahan dua buah fonem yang sama menjadi tidak sama pada sebuah kata. Misal :

Citta ® cipta

Sajjana ® sarjana

Vanantara ® belantara

(10) Proses Diftongisasi, yaitu proses sebuah fonem menjadi dua buah fonem pada sebuah kata menjadi sebuah kata, misal :

anggota ® anggauta

teladan ® tauladan

topan ® taupan

(11) Proses Monoftongisasi, yaitu proses dua buah fonem pada sebuah kata menjadi sebuah fonem. Misal :

Pulau ® pulo

Satai ® sate

Bulai ® bule

Kerbau ® kebo

Manteiga ® mentega

(12) Proses Paragog, yaitu proses penambahan fonem pada akhir sebuah bentuk. Misal :

Ina ® inang

Lamp ® lampu

kaka ® kakak

bank ® bangku

kaart ® kartu

4.4 Proses Adaptasi / Penyerapan

Kosakata bahasa Indonesia selain berasal dari bahasa Melayu, juga bersumber dari berbagai bahasa asing, baik dari bahasa Eropa, Asia, dan bahasa – bahasa Nusantara. Pengambilan dari berbagai bahasa asing berlangsung lama.

Sebelum ada Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI) yang terbit bersamaan dengan Pedoman Umum Ejan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, pengambilam dan penyerapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar