Jumat, 29 Januari 2010

FILSAFAT SEJARAH

BAB I

PENDAHULUAN

Filsafat sejarah tidak hanya masa lampau dalam masa sekarang tetapi juga berusaha untuk membuat proyeksi ke masa depan. Beberapa pandangan atau aliran dalam pengkajian sejarah bermacam-macam sehingga memerlukan beberapa pilihan untuk mengkaji lebih lanjut. Dalam filsafat ada berbagai metode dan objek filsafat yang sangat perlu untuk di ketahui. Makalah ini akan membahas beberapa hal tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Sejarah

Kesadaran manusia tentang sejarah telah dimulai sejak adanya filsafat yang berfikir mengenai sejarah, perkembangan bangsa dan bangunan. Beberapa ahli filsafat Yunani kuno telah melangkah maju dengan berpendapat bahwa arus sejarah yang simpang siur itu sebetulnya berdasar sebuah rencana yang masuk akal ( Meullen, 1987: 24). Marcus Tullius Cicero menyebut Herodatus sudah berusaha menjaring sumber-sumber yang dapat dipercaya dan berusaha dengan jujur untuk mencapai kebenaran ( Pospoprodjo, 1987 : 10). Namun demikian istilah filsafat sejarah baru untuk pertama kali di kemukakan oleh Voltaire (1694-1778) (Lowith, 1970 : 1).

Ungkapan filsafat sejarah secara tradisional berarti usaha memberikan keterangan atau tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah ( Gardiner, 1987: 123). Filsafat sejarah tidak hanya berusaha untuk memahami masa lampau dalam perspektif masa kini, akan tetapi juga berusaha untuk membuat sesuatu proyeksi ke masa depan. Kaerna itu seorang filosof filsafat sejarah berusaha untuk memehami perkembangan kemanusiaan secara utuh.

Filsafat sejarah dalam istilah lain disebut dengan Historisitas. Historisitas dalam filsafat barat menjadi agenda penting pemikiran modern dan dianggap sebagai langkah evaluatif yang dapat membuka pemahaman tentang masa depan. Historisitas tidak hanya sebagai cirri khusus zaman moder, tetapi juga telah di alami oleh zaman sebelumnya. Namun demikian Historositas tidak selalu di alami dengan cara yang sama pada setiap periode sejarah. Pada zaman modern manusia lebih sadar akan historisitasdi bandingkan denga zaman sebelumnya (Bertens, 1987 : 186). Manusia zaman modern dalam memahami historisitasnya lebih dinamik dan kreatif, ia tidak hanya berusaha untuk meramalkan tentang corak dan bentuk masa depan ideal yang di inginkannya lebih dari ia berusaha untuk mewujudkan cita-citanya itu.


Russell, ( 1989 : 1) mengatakan bahwa manusia dilahirkan dalam lingkungan masyarakat yang tidak mereka ciptakan. Struktur sosial, ekonomi dan politik merupakan factor penentu, apakah dapat memperlancar atau menghambat perkembangan biografis mereka. Maka untuk memahami sejarah individu perlu dimengerti struktur yang membentuklatar belakang atau pilihan-pilihan hidupnya. Agar para individu bias memahami sejarah mereka maka hendaknya mereka berpegang teguh pada struktur yang jelas, yaitu arah kecenderunga sejarah. Marx melihat proses sejarah sebagai upaya untuk merekontruksi sejarah manusia untuk kembali ke zaman prasejarah yang tanpa kelas. Comte mengemukakan bahwa sejarah adalah proses perkembangan intelektual dan kebudayaan manusia. Sedangkan Spengler, Tonybebe dan Sorokin melihat pasang surut, kebangkitan dan kehancuran kebudayaan manusia dalam serah.


Berdasarkan kenyataan bahwa sejarah tidak dapat di pastikan begitu saja perkembangannya, maka muncullah kelompok historisme-kritis yang melawan aliran historisme. Aliran historisme adalah aliran filsafat sejarah yang beranggapan bahwa ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk meramalkan perkembangan sejarah dengan membentuk alur atau pola “ hokum atau frend” yang menentukan jalanya sejarah (Popper, 1985 : 3). Pandangan-pandangan tentang sejarah telah bantak di tampilkan oleh para filosof filsafat sejarah. Hal ini menandakan bhwa filsafat sejarah ada gunanya terlebih bagi peneliti sejarah. Ankersmith, (1987 : 10) mengatakan bahwa dengan di latarbelakangi oleh filsafat sejarah, seorang peneliti sejarah akan lebih mampu mengadakan suatu penilaian pribadi mengenai pengadaan pangkajian sejarah masa kini dengan memuaskan. Sebab pengkajian sejarah turut di tentukan oleh diskusi-diskusi antara filosf sejarah mengenai tujuan kemungkinan-kemungkinan dalam pengkajian sejarah. Pengetahuan mengenai filsafat sejarah, memaparkan latar belakang bagi seorang ahli sejarah untuk menentukan posisinya sendiri terhadap usaha-uaha memasukkan pendekatan baru terhadap sejarah.

B. Aliran Dalam Pengkajian Sejarah

Dalam pengkajian sejarah banyak terhadap aliran yang oleh tiap pendukungnya terus disuarakan sehingga perlu diadakan suatu pilihan.

Aliran tersebut diantaranya :

1. Filsafat Sejarah Hegel

George Wilhem Friedrich Hegel (1770-1831) merupakan seorang filosof idealis, ia yakin bahwa atau jiwa adalah realitas terakhir. Ia juga seorang filosof manis dalam fakta, ia berpendapat bahwa setiap hal yang berhubungan satu sama lain dalam system besar dan kompleks atau keseluruhan yang sisebut dengan absolute. Idealis manistik sebagaimana yang ia kemukakan disebutnya dalam Phenomenology of Mind, membawa Hegel pada keyakinan bahwa terdapat suatu pemikiran atau subtansi mental (Collinson, 200 : 142).Teorinya tentang kebenaran berkaitandengan ini, karena ia berpendapat bahwa yang riil adalah apa yang rasional dan bahwa yang benar adalah keseluruhan.

Hegel dalam bukunya Philosophy of Histori mengembangkan sebuah teori yang didasarkan pada pandangan bahwa Negara merupakan realitas kemajuan pikiran kea rah kesatuan dengan nalar. Ia melihat Negara aebagai kesatuan wujud dari kebebasan objektif dan nafsu subjektif adalah organisasi rasional dari sebuah kebebasan yang sebenarnya berubah-ubah dan sewenang-wenang jika di biarkan pada tingkah laku individu. Dalam bukunya mengenai filsafat sejarah Hegel membahas dunia timur, dunia Yunani-Romawi dan dunia Germania. Pembagian ini didasarkan atas Trias Hegel yakni : roh objektif, roh subjektif dan roh mutlak. Dalam dunia Timur, roh belum sadar diri, manusia masih dalam keadaan alami sedangkan roh berkarya dan menyusun dalam objektifitas ( seperti hukum alam). Dalam dunia Yunani-Romawitimbullah subjektifitas, roh menempatkan diri di luar dan berhadapan dengan apa yang secara objektif ada. Akan tetapi roh subjektif kurang memahami kenyataan objektif. Baru dengan munculnya roh mutlak didalam dunia Germania terjadi perukunan antara yang subjektif dan yang objektif ( Smith, 1987 : 38-39). Filsafat sejarah bagi Hegel representasinya yang nyata terlihat dalam bentuk- bentuk kekuasaan dalam Negara. Negara merupakan realitas kemajuan pikiran ke arah kesatuan yang nalar. Ia melihat bahwa Negara adalah kesetuan wujud kebebasan objektif dan nafsu subjektifnya adalah organisasi rasional dari sebuah kebebasan yang sebenarnya berubah-ubah dan sewenang-wenang jika di biarkan pada tingkah laku individu ( Collinson, 2001 : 143) lebih lajut dalam pengantar bukunya Philosophy of History ia menulis :

“ Negara adalah ide tentang roh didalam perwujudan lahir kehendak manusia dan kebebasanya. Maka bagi Negara, perubahan dalam aspek sejarah tidak dapat membatalkan pemberian itu sendiri dan berbagai tahap yang berkesinambungan dengan ide mewujudkan diri mereka di dalamnya sebagai prinsip-prinsip politik yang jelas” ( Hegel, 2001: 65).

Negara adalah tujuan yang sesungguhnya dari manusia, tidak sekedar sarana. Negara mendamaikan kepentingan perorangan dan masyarakat. Negara didirikan atas ketaatan hak-hak perorangan pada kewajiban-kewajiban masyarakat.

2. Filsafat Sejarah Karl Marx

Karl Heinrich Marx ( 1818-1883) adlah filosof Jerman yang pemikiranya telah menjadi inspirasi dasar “ Marxisme” sebagi ideology perjuangan kaum buruh, yang menjadi komponen inti dari ideology komunisme pemikiran Marx juga telah menjadi salah satu rangsangan besar bagi perkembangan sosiologi, ilmu ekonomi dan filsafat kritis ( Magnis-Suseno, 2000:3). Pemikiran Mark tidak hanya tinggal diam di wilayah teori, melainkan ideology yang di kenal ideology Marxisme dan komunisme. Ideologi ini dalam sejarah telah menjadi kekuatan sosial politik. Dalam sejarah filsafat barat hanya Marx yang mengembangkan sebuah pemikiran yang pada dasar filosofis namun kemudian menjadi teori perjuangan gerakan pembebasan. Motor perubahan dan perkembangan menurut Karl Marx adalah pertentangan antara kelas-kelas sosial, bukan oleh individu-individu tertentu ( Magnis-Suseno, 2000:125). Maka menurut Marx tidak tepat jika sejarah di pandang sebagai hasil tindakan raja-raja dan orang-orang besar lainya.

Apa yang di putuskan dan di usahakan oleh orang-orang besar yang dikenal dari buku-buku sejarah popular, meskipun tidak pernah tanpa kepentingan atau cita-cita. Dalam garis besarnya selalu akan bergerak dalam rangka kepentingan kelas mereka serta mencerminkan struktur kekuasaan kelas-kelas dalam masyarakat yang bersangkutan.

Tiga tahap filsafat sejarah Marx menggambarkan pola “ satu langkah ke belakang, dua langkah ke depan”. Komunitas-komunitas primitif harus di hancurkan terlebih dahulu sebelum satu komunitas bisa di buat lagi pada tingkat yang lebih sempurna. Materialisme histories menekankan bahwa tahap-tahap berurutan dalam penghancuran ini juga sebagai tenggang waktu. Ketika para produsen dengan cepat terpisah dari sarana-sarana produksi mereka, maka kerja mereka semakin produktif. Pemisahan ini berlangsung sangat ekstrim dalam kapitalisme yang notabene juga salah satu tahap dimana perkembangan kekuatan-kekuatan produksi mencapai tingkat yang paling tinggi ( Elster, 2000:16)

Marx membedakan Arga tahapan manusia :

  1. Tahap pertama : Adalah masyarakat purba sebelum pembagian kerja dimulai.
  2. Tahap kedua-yang masih berlangsung : adalah tahap pembagian kerja sekaligus tahap kepemilikan hak pribadi dan hak keterasingan.
  3. Tahap ketiga : adalah tahap kebebasan yaitu apabila hak milik pribadi telah di hapus ( Magnis, 2000: 102)

Jadi system hak milik pribadi bukan sebuah “ kecelakaan” melainkan tahap yang pasti dalam perjalanan umat manusia ke tahap kebebasan. Tahap hak milik pribadi tidak dapat di hindari karena pembagian kerja juga tidak bisa dihindari. Hanya melalui pembagian kerja umat manusia dapat menjamin keberlangsungan hidupnya. Maka meskipun keterasingan manusia dinilai negative, tetapi keterasingan tersebut merupakan tahap yang harus dilalui oleh umat manusia.

Menurut Marx masyarakat masa depan yang di idealkan adalah komunisme. Seperti yang di kutip oleh Fromm dalam Manuskrip II, Marx menegaskan bahwa : komunismne merupakan penghapusan kepemilikan pribadi secara positif yang merupakan apresrasi nyata dari watak manusia melalui dan untuk manusia. Komunisme pengembalian manusia sebagai makluk sosial yaitu pengembalian yang lengkap dan sadar yang mencampurkan semua kekayang dan perkembangan sebelumnya. Komunisme sebagai naturalisme yang paling maju adalah humanisme, dan humanisme yang paling maju adalah naturalisme. Tentang struktur mana yang mendukung atau memajukan kebebasan tindakan mereka semua.

Patrick Gardiner (1985 : 123-124) mengatakan bahwa ungkapan filsafat sejarah menunjukkan kepada dua jenis penyelidikan yang sangat berbeda. Secara tradisional ungkapan tersebut telah digunakan untuk menunjukkan kepada usaha memberikan keterangan atau tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah. Filsafat sejarah dalam arti ini disebut “ filsafat sejarah formal atau spekulatif” yang secara khas berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti “ apa arti (makna, tujuan ) sejarah? “atau hukum-hukum pokok mana yang mengatur perkembangan dan perubahan dalam sejarah?”. Diatara tokoh-tokoh utama yang paling mewakili tepri ini : Vico, Herder, Hegel, Comte, Marx, Tonybee dan lain-lain.

Secara modern ungkapan tersebut berarti suatu kritik terhadap filsafat sejarah formal atau spekulatif, terutama kritik dari sudut logika maupun metodologi. Filsafat sejarah dalam arti ini disebut dengan “ Filafat sejarah kritis” dengan tokohnya antara lain Popper.

David Bebbyngton (1979 :17-20) membagi filsafat sejarah ke dalam lima aliran yaitu :

  1. Aliran Siklus.

Yang berpandangan bahwa alur perkembangan sejarah itu tidak maju, tetapi selalu kembali seperti perputaran musim. Tokoh yang mewakili aliran ini adalah Nietzsche dan Tonybee.

  1. Aliran pemikiran yang khusus berhubungan dengan tradisi Yahudi dan Kristiani.

Aliran inn sangat dipengaruhi oleh pandangan agama. Sejarah tidak hanya dilihat sebagai siklus, akan tetapi juga sebagai gerak garis lurus. Tokoh yang bergabung dalam aliran ini adalah Agustinus dan Niehbuhr.

  1. Aliran pemikiran yang melihat perkembangan sejarah sebagai suatu proses yang bergerak secara linier kea rah kemajuan.

Filosof yang mewakili aliran ini adalah Comte.

  1. Aliran Historisme.

Aliran ini menolak keyakinan bahwa sejarah adalah linier. Menurut mereka perkembangan sejarah sangat di tentukan oleh berbagai factor dalam kebudayaan manusia.

Tokoh yang bergabung dalam aliran ini ialah Vico, Ranke, Collingwood.

  1. Aliran yang dipengaruhi oleh filsafat sejarah Marxisme

John Edward Sulivan ( 1970 : 265-290) dalam bukunya Propets of The Wesr ; An Intruduction to the Philosophy of History, mengatakan bahwa para filosof filsafat sejarah dalam pandangannya tentang sejarah berdasarkan pada situasi yang di hadapi pada waktu itu dan mencoba untuk memperlihatkan komunisme adalah solusi teka-teki sejarah dan mengetahui bahwa dirinya merupakan solusi ( Fromm, 2001:168). Komunisme

3. Filsafat Sejarah Auguste Comte

Auguste Comte ( 1798-1870) adalah pendiri aliran filsafat positivisme yang anti metafisisme. Ia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif –ilmiah. Baginya tidak ada gunanya mencari “ kakekat” kenyataan. Hanya ada satu hal yang terpenting yaitu “ Savor p our prevour” ( mengetahui supaya siap untuk bertindak, mengetahui supaya manusia dapat menantikan apa yang akan terjadi) (Hamersma, 1983 :54). Manusia harus menyelidiki gejala-gejala dan hubungan antara gejala-gejala ini supaya ia dapat meramalkan apa yang akan terjadi.

Hubungan antara gejala-gejala oleh Comte disebut ‘konsep-konsep’dan ‘hukum-hukum’. Hukum-hukum bersifat ‘positif ‘. Positif dalam arti Comte adalah yang berguna untuk diketahui. Sejarah umat manusia, jiwa manusia, baik secara individual maupun secara kelompok berkembang menurut hukum tiga tahap, yaitu tahap teologi atau fiktif, tahap metafisik atau abstrak dan tahap positif atau riel ( Koento Wibisono, 1982 :11).

C. Metode Filsafat

Sebenarnay jumlah metode filsafat hampir saam banyaknya dengan definiusi para ahli dan filusuf sendiri karena metode adalah suatu alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filusuf itu sendiri.

Beberapa metode filsafat :

  1. Metode Kritis : Socrates dan Plato

Metode ini bersifat analisis istilah dan pendapat atau aturan-aturan yang dikemukakan orang merupakan hermenecetika yang menjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya ( berdialog), membedaka, membersihkan, menyisihkan dan menolak yang akhirnya ditemukan hakikat.

  1. Metode Intuitif : Plotinus dan Bergson

Dengan jalan metode intuitif dan dengan pemakain symbol-simbol diusahakan membersihkan intelektual ( bersama dengan pencucian moral) sehingga tercapai suatu penerangan pemikiran. Sedangkan Bergson denga jalan pembaura antara kesadaran dan proses perubahan, tercapai perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.

  1. Metode Skolastik : Aristoteles, Thomas Aquinas, filsafat abad pertengahan.

Metode ini bersifat sintesis-deduktif dengan bertitik tolak dari definisi- definisi atau prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya ditarik kesimpulan-kesimpulan.

  1. Metode Geometris : Rene descarfes dan pengikutnya

Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks dicapai intusi akan hakikat- hakikat sederhana ( ide terang da berbeda dengan lainya) dari hakikat-hakikat itu di dedukasikan secara matematis segala pengertian lainya.

  1. Metode Empiris : Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume.

Hanya pengalamanlah yang menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian ( ide-ide) dalam intropeksi di bandingkan dengan cerapan-cerapan ) impresi dan kemudian disusun bersama secara geometris.

  1. Metode Transendal : Immanuel Kant dan Neo Skolastik

Metode ini bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu dengan jalan analisis diselisiki syarat-syarat aprori bagi pengertian demikian.

  1. Metode Fenomenologis : Huserl, Eksistensialisme.

Yakni dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atau fenomin dalam kesadaram mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni. Fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan tentang segala sesuatu yang menampakkan diri atau membicarakan gejala. Hakeat segala sesuatu adalah reduksi atau penyaringan. Menurut Huserl ada 3 macam reduksi yaitu :

    1. Reduksi Fenomenologis
    2. Reduksi Eidetis
    3. Reduksi Transendental
  1. Metode Dialektis : Hegel dan Marx

Dengan jalan mengikuti pikiran atau alam sendiri menurut triade tesis, antitesis, sintesis dicapai hakekat kenyataan. Dialektis itu di ungkapkan sebagai tiga langkah yaitu dua pengertian yang bertentangan kemudian di damaikan ( tesis-antitesis-sintesis)

  1. Metode non-Positif.

Kenyataan yamg di pahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksata).

  1. Metode Analitika Bahasa : Wiittgenstern.

Dengan jalan analisa pemakaina baahsa sehari-sehari ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis. Metode ini dinilai cukup netral sebab sama sekali tidak mengendalikan salah satu filsafat. Keistimewaanya adalah semua dan hasilnya selalu didasarkan pada penelitian bahasa yang logis.

D. Objek Filsafat

Objek filsafat ini terdiri dari

1. Objek Meterial Filsafat.

Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan atau hal yang di selidiki. Di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencangkup apa saja hal-hal yang konkrit ataupun abstrak. Menurut Dr. H. A. Dardiri bahwa objek material adalah sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, kenyataan maupun yang ada dalam kemungkinan. Segala yang ada itu di bagi menjadi dua yaitu :

a. Ada yang bersifat umum (ontology ), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.

b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi menjadi dua yaitu ada secara mutlak ( theodicae) dan tidak mutlak yang trdiri dari manusia ( antropologi metafisik) dan ( kosmologi).

2. Objek Formal Filsafat.

Yaitu sudut pandang yang di tunjukkan pada bahan dari peneliti atau pemberntukan pengetahuan, suatu dari sudut mana objek material tersebut di pandang .

Contoh :

Objek materialnya adalah manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia diantaranya Psikologi, Antropologi, Sosiologi dsb

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ungkapan filsafat sejarah secara tradisonal adalah usaha untuk memberikan keterangan atau tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah.

2. Filsafat sejarah tidak hanya untuk memahami masa lampau dalam pandangan masa kini, akan tetapi juga berusaha untuk membuat proyeksi ke masa depan.

3. Aliran dalam pengkajian sejarah : filsafat sejarah Hegel, filsafat sejarah Karl Marx, filsafat sejarah Auguste Comte.

4. Metode-metode dalam filsafat : Metode Kritis, metode intuitif, metode sekolastik, metode geometris, metode empiris, metode transcendental, metode fenomenologis, metode dialektis, metode non-positifisme, metode analitika bahasa.

5. Objek dalam filsafat : Objek material filsafat, objek formal filsafat.

B. Penutup

Kami sadar dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari para pembaca untuk perbaiakan yang akan dating.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar