Senin, 08 Maret 2010

permainan pramuka

PERMAINAN DALAM PRAMUKA

Rebut dan Rampas


Peralatan : Tongkat atau sapu lidi untuk tiap anak
Jumlah pemain : bebas
Waktu : 10 menit
Tujuan : - Melatih kecekatan

- Melatih kesetiakawanan

- Unsur hiburan

Semua anak membentuk lingkaran dengan jarak kira-kira 1 meter.. Semakin ahli, jaraknya dapat semakin jauh. Tiap anak memegang tongkatnya hingga berdiri tegak di lantai. Bila ada perintah “ya” tiap anak harus melepaskan tongkatnya dan cepat-cepat menangkap tongkat teman di sebelah kanannya. Bila tongkat itu sudah keburu jatuh, maka ia dikeluarkan. Permainan ini sangat menyenangkan dan dapat bervariasi. Jarak antar anak dapat diperbesar bila anak-anak sudah mampu, perintah dapat berupa “kiri” atau “kanan”. Bila ingin permainan lebil lama, maka setelah jatuh 3 kali baru dikeluarkan.


Petani dan Pencuri

Peralatan : Karet gelang atau tali, kantong kacang, atau potongan kain, atauagar kelihatan sungguhan, sebuah apel.

Jumlah pemain : bebas
Waktu : 8-10 menit
Tujuan : - Melatih kecepatan

- Unsur hiburan

Anak-anak membentuk lingkaran dan seorang anak, yang jadi pencuri disuruh keluar ruangan. Selagi ia diluar, seorang anak ditunjuk sebagai petani. Sebuah benda ditaruh di tengah lingkaran. Pencuri tadi datang dan berjalan diluar lingkaran. Ia boleh memasuki lingkaran dari mana saja dan mencuri benda itu. Petani harus menangkapnya pada saat pencuri menyentuh benda tersebut. Pencuri itu harus lari keluar dari lingkaran lewat jalan masuk tadi dan ia selamat bila ia dapat keluar tanpa tertangkap. Bila ia tidak tertangkap, maka petani itu harus jadi pencuri dan dipilh petani baru.

AM.Patty


Permainan Mengenali Teman

Peralatan : Kertas kosong, alat tulis untuk tiap peserta

Jumlah Pemain : Berapa saja

Waktu : 10-12 menit

Tujuan : - Saling mengenal secara lebih mendalam
- Berani Mengungkapkan diri
- Melatih kecerdasan

Pemimpin membagikan kertas kosong kepada semua peserta. Seluruh peserta lalu menulis data pribadi mereka (nama lengkap, data keluarga, status, sekolah/pekerjaan, hobi, alamat, dan sebagainya). Setelah itu kertas yang sudah terisi dikembalikan kepada pemimpin. Lalu pemimpin memberikan lagi secara acak kepada peserta. Pemimpin memberikan waktu 2-3 menit kepada para peserta untuk menghafal data pribadi kawannya itu. Kemudian pemimpin menunjuk kepada salah seorang peserta dan bertanya kepadanya tentang data pribadi yang ia terima. Peserta harus mampu menjawab pertanyaan pemimpin. Sementara itu yang memiliki data pribadi harus memperhatikan benar/tidaknya jawabannya.

AM. Patty.

Perkenalan Rahasia

Peralatan : Kain yang lebar (sprei)

Jumlah pemain : semua pemain masuk dalam regu

Waktu : 10 menit

Tujuan : Saling mengenal nama

Peserta dibagi dalam 2 kelompok. Kedua regu saling berhadap-hadapan. Tetapi diantara kedua regu itu dibentangkan kain yang lebar, sehingga kedua regu tidak dapat saling melihat. Permainannya ialah : setiap regu menentukan wakilnya untuk menebak wakil kelompok lain tetapi juga ditebak. Wakil kedua kelompok berlutut berhadapan. Agar supaya lebih seru para pemain ini boleh saling memperlihatkan kaki atau sepatu. Pemimpin menghitung sampai 3 dan pada hitungan ketiga itu kain diturunkan tiba-tiba. Kedua wakil itu harus adu cepat untuk menebak siapa wakil lawannya.Wakil regu yang cepat menebak dengan tepat, mendapatkan angka untuk regunya.

AM.Patty

Mencari Dengan Diam

Peralatan : Perangko

Jumlah pemain : berapa saja

Waktu : bervariasi, tergantung jumlah pemain dan kemampuanmengobservasi

Tujuan : - Melatih kemampuan mengobservasi
- Memupuk inisiatif

Sebuah perangko ditempel di suatu tempat dalam ruangan pertemuan sebelum para peserta datang/tiba. Instruksinya : Tiap peserta harus mencari perangko tersebut dan bila mereka telah melihatnya, mereka harus duduk diam dan tidak boleh berkata apa pun. Akan sangat lucu memperhatikan peserta-peserta terakhir. Dan tentu saja peserta yang paling akhir duduk adalah yang kalah. (permainan ini dapat juga dimainkan di luar ruangan).

Dalam Kolam

Peralatan : Sebatang kapur

Jumlah pemain : bebas

Waktu : biasanya 10-15 menit

Tujuan : - Melatih kecepatan/refleks
- Sebagai unsur hiburan

Anak-anak berdiri membentuk lingkaran dan di depan mereka digambar garis dengan kapur. Tiap anak harus menyentuh garis tersebut. Bila ada perintah “diair”, maka tiap orang melompat dengan kedua kakinya bersama-sama, masuk ke garis lingkaran. Bila perintahnya “didarat”, maka tiap anak melompat mundur. Perintah yang diberikan harus bervariasi, “diair, didarat, diair, diair”. Satu atau dua orang anak akan melompat dan jelas mereka akan dikeluarkan. Permainan ini cukup popular dan menyenangkan.

AM.Patty

Baut Barisan

Tujuan

Agar seluruh peserta bisa berkenalan lebih jauh, fisik maupun sifat-sifat mereka, sekaligus melatih mereka bekerjasama dalam kelompok.

Langkah-langkah :

a. Peserta di bagi dalam 2 kelompok yang sama banyak (bila jumlah peserta ganjil, seorang pemandu bisa masuk ke dalam salah 1 kelompok).

b. Pemandu menjelaskan aturan permainan sebagai berikut :

* Kedua kelompok akan berlomba menyusun barisan. Barisan disusun berdasarkan aba-aba pemandu : tinggi badan, panjang rambut, usia dst.

* Pemandu akan menghitung sampai 10, kemudian kedua kelompok, selesai atau belum, harus jongkok.

* Setiap kelompok secara bergantian memeriksa apakah kelompok lawan telah melaksanakan tugasnya dengan benar.

* Kelompok yang menang adalah kelompok yang melaksanakan tugasnya dengan benar dan cepat (bila kelompok dapat meyelesaikan tugasnya sebelum hitungan ke 10 mereka boleh langsung jongkok untuk menunjukkan bahwa mereka telah selesai melakukan tugas).

c. Sebelum pertandingan di mulai bisa dicoba terlebih dahulu untuk memastikan apakah aturan mainnya sudah dipahami dengan benar.

Bermain Tali

Latar belakang

Dalam segala hal, selalu akan kita hadapi berbagai masalah, dan kita tidak akan dapat terhindar dari masalah itu. Melalui kegiatan ini kita akan dihadapkan dengan suatu masalah dan bagaimana kita dapat keluar dari masalah itu.

Bahan

Tali raffia

Langkah- langkah

a. Potong tali raffia dengan ukuran 1,5 m dan bagikan kepada setiap peserta

b. Minta mereka berpasangan – pasangan, lalu masing – masing ujung tali yang satu diikatkan ke tangan sebelah kiri. Sebelum mengikat tali yang satu lagi ke tangan kanan, silangkan tali tersebut ke tali pasangannya, kemudian ikatlah ke tangan masing – masing, ingat, sebaiknya iaktan tidak terlalu kencang

c. Setelah itu minta mereka untuk dapat melepaskan diri dari ikatan tadi tanpa melepaskan ikatan tali

d. Jika ada pasangan yang berhasil melepaskan diri dari ikatan tersebut, mintalah mereka menunjukkan bagaimana cara mereka untuk melepaskan diri kepada teman–teman yang lain.

Tanyakan kepada mereka apa hikmah dari permainan tersebut

ALL STAND UP

Teaching point :

1. Memahami pentingnya fungsi orang lain dalam kesuksesan kerja regu.

2. Memecah kebekuan (ice breaking) dengan saling bersentuhan fisik.

3. Memahami bahwa kekurangan anggota regu (terlalu gemuk atau terlalu kecil) bukan merupakan kendala untuk kinerja regu.

4. Perencanaan strategis.

Lama permainan : 20 – 40 menit

Perlengkapan : Peluit

Instruksi :

1. Kegiatan di mulai dengan sepasang anggota regu duduk bertolak belakang di tanah dengan melipatkan kedua kaki ke arah dada. Kemudian mereka diminta untuk berdiri bersama dengan cara saling menekan punggung, tangan tidak usah berpegangan.

2. Setelah sukses dengan cara yang pertama, sepasang peserta diminta duduk berhadapan, ujung kaki diletakkan saling bersentuhan dengan kaki masing-masing pasangan. Kemudian kedua tangan peserta saling berpegangan antar pasangan. Untuk berdiri peserta diminta menarik pegangan tangan.

3. Setelah sukses dengan cara kedua, jumlah anggota ditambah dari dua jadi empat, enam, delapan dan seterusnya.

4. Mereka dipersilakan mengatur strategi agar sama-sama bisa berdiri serempak.

Debriefing :

1. Teaching point yang dirasakan.

2. Faktor penunjang keberhasilan.

3. Perasaan setelah berhasil.

4. Implikasi terhadap regu.

Arung Jeram

Gelang Berantai

Arung Jeram :

Tujuan :
1. Kerja sama tim.
2. Kekompakan regu.
3. Yang kuat membantu yang lemah.
4. Menetapkan bersama trategi manajemen secara tepat.
5. Menempatkan diri saat bertindak/ menjalankan tugas.

Alat :
1. Tali besar ( diameter 4-5 cm/ seukuran tali Perahu ).
( panjang tali sesuaikan dengan anggota regu yang bermain. )
2. Kedua ujung tali di ikat dengan kuat.

Pelaksanan :
1. Semua anggota regu duduk melingkar dengan kedua kaki menjulur ( selonjor ) ke dalam lingkaran.
2. Tiap anggota regu kedua tangannya memegang tali, jarak antar anggota regu 0,5 – 1 meter. Jarak semakin rapat semakin baik.

Peraturan :
1. Semua anggota regu berupaya untuk berdiri secara bersama-sama.
2. Saat mencoba berdiri, kedua kaki/ lutut tidak boleh ditekuk ( Tetap Lurus ).
3. Setelah dapat berdiri bersama, kemudian berupaya duduk bersama kembali.
4. Diupayakan jangan ada peserta yang terjatuh.


Menggambar bersama
Latar Belakang
Sebuah kelompok baru dapat berfungsi sebagaimana mestinya apabila terjadi komunikasi antar orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Tujuan
Peserta menyadari arti pentingnya komunikasi dalam suatu kelompok.

Langkah-langkah :

1. Peserta dibagi dalam kelompok kecil (5 orang) dan setiap anggota kelompok memiliki nomor urut sendiri-sendiri dari nomor 1 sampai 5.

2. Tiap kelompok mendapat selembar kertas plano dan sebuah spidol untuk menggambar.

3. Secara berurutan setiap menit, setiap orang dalam kelompok masing-masing diminta menggambar pada kertas plano yang ada, dengan syarat : tidak boleh bertanya atau bicara satu sama lain, setiap orang menggambar apa yang dimaui dan dipikirkan sendiri, kemudian dilanjutkan oleh yang lain pada kertas yang sama menurut apa yang dimaui dan dipikirkan sendiri pula, dan seterusnya sampai seluruh anggota kelompok memperoleh bagian waktunya masing-masing untuk menggambar.

Bahan Diskusi :

a. Berapa kelompok yang mampu menghasilkan gambar yang utuh dan jelas?

b. Apa kesan dan perasaan setiap orang terhadap hasil gambar kelompoknya?

c. Bagaimana seharusnya proses yang ditempuh agar hasil kerja bersama itu memuaskan semua orang dalam kelompok yang bersangkutan ?

BIRTHDAY LINE UP

Teaching point :

1. Melatih konsentrasi pada tugas.

2. Mengembangkan cara berkomunikasi efektif.

3. Melatih untuk berinovasi.

4. Aplikasi praktis dalam proses memecahkan permasalahan.

5. Kepemimpinan bersama (shared leadership).

Lama permainan : 20 – 40 menit

Perlengkapan : Papan tempat berdiri

Instruksi :

1. Semua peserta diminta berdiri di atas papan, kemudian mereka diminta untuk mengatur barisan mereka berdasarkan bulan dan hari ulang tahun mereka, atau berdasarkan tinggi badan atau berat badan.

2. Mereka tidak boleh berbicara di dalam menyusun barisan itu.

Debriefing :

1. Apa kesulitan yang dialami mereka di waktu menyusun barisan ?

2. Faktor apa yang mendukung keberhasilan, dan faktor apa yang menghambat tidak mendukung ?

3. Bagaimana cara-cara baru tim untuk berkomunikasi ?

4. Apakah semua orang telah diinformasikan mengenai keadaan sebenarnya ?

Menggambar Wajah
Tujuan :
a. Membantu peserta untuk memandang langsung ke dalam mata pasangannya, saling mengenal cirri-ciri wajahnya, dengan harapan hal ini bisa membantu peserta untuk saling terbuka dan tidak lagi kikuk dengan yang lainnya.
b. Melatih peserta satu cara sederhana tentang menggambar dan menghilangkan perasaan peserta bahwa mereka tidak mampu menggambar.

Langkah-langkah :
a. Dengan sehelai kertas setiap pasangan saling berhadapan dan mulai menggambar wajah pasangannya. Bisa mulai dari mana saja tetapi tidak boleh melihat kertas sama sekali.
b. Gerakkan tangan mengikuti arah gerak pandangannya yang menelusuri garis wajah pasangannya.
c. Setelah selesai menggambar, masing-masing pasangan bergantian mewawancarai pasangannya, mengenai nama, tempat tinggal, pekerjaan, umur, keluarga dan sebagainya. Waktunya cukup 5 menit saja untuk setiap peserta.
d. Kemudian setiap pasangan tampil di depan kelompok memperkenalkan pasangannya dengan cara menunjukkan gambar pasangannya sambil menyebutkan :”Nama saya…(nama pasangannya), tempat tinggal….dan seterusnya.

Mengganbar Rumah
Pengantar
Latihan ini bisa digunakan untuk mendiskusikan kerjasama dan pengawasan di dalam kelompok. Kadang kita mengira bekerjasama dengan orang lain, padahal dalam kenyataan kita hanya mengawasi seluruh proses, tanpa kita sadari.
Langkah – langkah
a. Mintalah peserta untuk berpasangan
b. Peganglah bolpoin / pensil bersama – sama sedemikian rupa sehingga keduanya bisa menulis dan menggambar.
c. Di atas kertas yang dibagikan, keduanya menggambar secara bersama – sama dan menuliskan judulnya
d. Selama menggambar dan menulis dilarang berbicara
Bahan diskusi
a. Bagaiman perasaan dan reaksi anda selama menggambar tadi ?
b. Factor apa yang membantu dan menghambat anda selama menggambar tadi ?
Kemudian, mintalah peserta membentuk kelompok 4 (dua pasangan bergabung) untuk mendiskusikan apkah ada hubungan antara pengalaman tadi dengan kenyataan sehari – hari dan masalah kerjasama. Waktunya cukup 15 menit saja, lalu setiap kelompok kecil mempresentasikannya di hadapan kelompok besar.

Estafet Air

Estafet Air

Estafet Air. :
Tujuan :
1. Kerja sama tim.
2. Mengatur cara kerja yang efektif.
3. Pembagian tugas/ menempatkan personil dengan tepat.
4. Kekompakan antar anggota dan seluruh anggota regu.

Alat :
1. 1 buah ember berisi air secukupnya.
2. 1 buah gelas yang bagian bawahnya telah berlubang kecil.
3. 1 buah botol plastik

Pelaksanaan :
1. Peserta duduk dengan posisi berbanjar.
2. Peserta paling depan bertugas mengambil air dan yang paling belakang bertugas menuangkannya dalam botol.
3. Gelas yang berisi air diberikan secara estafet kepada rekannya yang dibelakang melalui atas kepala.

Peraturan :
1. Lubang Gelas hanya boleh ditutup dengan jari tangannya saja.
2. Menggunakan batas waktu tertentu.
3. Botol yang berisi air terbanyak dengan batas waktu tertentu itulah pemenangnya.
4. Dapat menggunakan rival/ lawan bermain dengan regu lain.

Mutiara Dalam Guci
Tujuan
Merangsang kreativitas dan keberanian peserta untuk berpendapat.
Langkah-langkah :
a. Gambarlah sebuah guci dengan berisi berbagai benda di dalamnya, di papan tulis (atau di tempat yang bisa dilihat oleh sluruh peserta).
b. Katakan kepada peserta bahwa itu adalah gambar sebuah guci yang berisi penuh dengan bermacam kerilik, pecahan beling, dan batu-batu yang tidak berguna. Di bagian dasar ada mutiara yang sangat mahal harganya.
c. Tanyakan kepada peserta, bagaimana caranya mengeluarkan mutiara itu dalam waktu yang singkat dan gampang.
d. Diskusikan apa hikmah yang bisa dipetik dari permainan ini.

Pecah Balon

Pecah Balon
Latar Belakang
Bila peserta terlalu banyak menguras pikiran atau berdebat tanpa penyelesaian yang memuaskan pada kegiatan sebelumya, hal ini akan sangat mempengaruhi konsentrasi mereka untuk mengikuti kegiatan berikutnya.
Tujuan
Memberikan kesegaran kepada peserta dengan melampiaskan emosinya.
Langkah-langkah :
a. Bagikan kepada setiap peserta sebuah balon dan seutas tali raffia (kira-kira sepanjang 2 jengkal).
b. Mintalah mereka meniup balon masing-masing.
c. Mintalah mereka mengikatkan balon tersebut di kaki kirinya.
d. Mintalah seluruh peserta berdiri di tengah ruang belajar.
e. Jelaskan kepada peserta bahwa tujuan kegiatan ini adalah memecahkan balon orang lain sebanyak mungkin dengan cara menginjak balon-balon tersebut.
f. Beri aba-aba untuk mulai.
g. Bahas bersama peserta apa saja yang mereka rasakan, lihat dan dengar selama kegiatan tadi. Kenapa begitu ? Apa kesimpulan yang dapat ditarik?
h. Sekarang topic yang direncanakan sudah bisa dimulai.
Bahan-bahan :
Balon dan tali raffia sebanyak jumlah peserta.

Rantai Nama

Rantai Nama
Tujuan
Permainan ini dimaksudkan bagi kelompok yang belum saling kenal nama masing-masing, agar lebih akrab, serta memberi pengalaman tampil di depan forum.
Langkah-langkah :
a. Peserta besama pemandu berdiri di dalam lingkaran
b. Pemandu menjelaskan aturan permainan sebagai berikut :
Salah seorang menyebutkan namanya dengan suara keras agar terdengar oleh setiap peserta, kemudian peserta yang berdiri di sebelahnya (kiri atau kanan) menyebutkan nama peserta pertama tadi ditambah dengan namanya sendiri. Peserta ketiga menyebutkan nama peserta pertama dan kedua ditambah dengan namanya sendiri, begitu seterusnya sampai selesai.
c. Proses ini diulangi lagi dengan arah berlawanan, dimulai dari peserta yang terakhir menyebutkan rantai nama tersebut.
Variasi
Buat lingkaran, setiap peserta secara bergiliran menyebutkan nama panggilan, umur, tempat asal, pekerjaan, lalu peserta yang lain menirukan, begitu seterusnya sampai selesai satu putaran.
Putaran kedua, semua peserta mengulangi lagi secara bersama-sama data pribadi tersebut, dengan urutan seperti semula.

Estafet Kelereng

Estafet Kelereng

Estafet Kelereng :Tujuan :

1. Kerja sama tim.

2. Membagi tugas habis ( Manajemen )

3. Mengatur diri kapan bertindak dan memberikan kesempatan.

4. Mengatur trategi bermain secara bersama sama.

Alat :

1. Bambu yang terbelah 2 ( ukuran panjang 50 cm, diameter bebas ) bisa juga pakai pelepah pohon pisang. Jumlah bambu sesuai dengan jumlah anggota regu yang akan bermain )

2. 1 buah kelereng.

3. 1 buah gelas plastik.

Pelaksanaan :

1. Tiap anggota regu memegang 1 buah bambu belah, 1 orang lainnya memegang gelas.

2. Tetapkan jarak tempuh dalam estafet ( 10 – 15 meter )/ semakin jauh jaraknya semakin memiliki kesulitan tertinggi.

3. Seluruh peserta berupaya mengatur gerak kelereng melalui bambu belah secara estafet hingga sampai ke tempat tujuan yang ditentukan.

4. Finish terakhir adalah memasukan kelereng kedalam gelas plastik.

Peraturan :

1. Saat kelereng meluncur/ bergulir tidak boleh tersentuh jari tangan.

2. Kelereng bergerak/ bergulir hanya melalui satu jalur yakni bambu tersebut.

3. Apabila kelereng jatuh, permainan diulang sekali lagi . ( Boleh diberikan kesempatan lebih dari 1 kali )

4. Diupayakan ada rival/ lawan regu lainnya. Yang tercepat memasukkan kelereng dalam gelas itulah pemenangnya.

Jaring Laba Laba

jaring-laba-laba.gif

Jaring Laba-laba :Tujuan :

1. Kerja sama tim work.

2. Mengatur Trategi.

3. Mengatur pembagian tugas (manajemen )

4. Menetapkan unsur prioritas.

5. Melakukan unsur kehati-hatian dalam melaksanakan tugas.

Alat :

1. Tali Pramuka/ Rafia.

2. Bambu 3 meter, 2 Buah. ( Bila tidak ada bisa pakai diantara 2 pohon/ tiang )

Pelaksanaan :

1. Buatlah semacam jaring dengan ukuran persegi + 60 Cm.

2. Jumlah persegi/ lubang jaring sesuaikan dengan jumlah anggota regu yang akan bermain.

3. Jika Jumlah anggota regu 10 orang maka lubang yang disediakan harus sama ( 10 lubang).

4. Lubang/ persegi dibuat secara bertingkat ( Lihat gambar ) sebanyak 2/ 3 tingkat.

5. Jaring terendah dibuat 30 cm dari tanah.

Peraturan :

1. Semua anggota regu berada dalam satu sisi.

2. Tiap lubang hanya bisa dilalui hanya untuk 1 orang.

3. Lubang yang sudah dipakai/ dilalui tidak diperkenankan dipakai lagi/ ditutup.

4. Anggota regu yang sudah masuk lubang tidak diperkenankan kembali ke sisi semula.

5. Diupayakan selama memasuki lubang / persegi, anggota badan tidak menyentuh tali/ jaring.( diumpamakan saja jaring tersebut beraliran litrik tegangan tinggi )

6

. panjang-panjangan2.gif













Kereta terpanjang.

8. 1. Kerja sama antar anggota dan tim.
2. Mengatur Strategi dan kreatifitas.
3. Menempatkan diri sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

9. Alat : Tidak ada

10. Pelaksanaan :
1. Peserta 10-20 orang
2. seluruh Peserta sebaiknya menggunakan celana panjang.
3. Gunakan lokasi/ tempat yang tidak becek.
4. Dikakukan serentak terdiri dari beberapa regu.
5. Tiap regu memiliki anggota yang sama.

11. Peraturan :
1. Tiap regu berupaya keras membuat tim nya menjadi regu dengan deretan yang paling panjang.
2. peserta Boleh menggunakan benda apa saja yang saat itu di bawa sebagai penyambung ( Dompet , kartu, sepatu, tali sepatu, ikat pinggang, kaos kaki dll.)
3. Tetapi Tidak diperkenankan menggunakan setangan leher apalagi sampai copot baju dan celana ( bisa kena UU anti Pornografi lho…).

12. panjang-panjangan3.gif

PICTURE PUZZLE

Teaching point :

1. Membangun rasa saling percaya kepada sesama kawan.

2. Kerja sama regu.

3. Komunikasi yang efektif.

4. Rasa percaya diri

Lama permainan : 30 – 60 menit

Perlengkapan : Gambar yang dipotong-potong menjadi 15-20 bagian

Instruksi :

1. Peserta dibagi dalam kelompok yang terdiri dari 5-6 orang, salah satunya menjadi pengamat (ditentukan sendiri oleh masing-masing kelompok).

2. Tiap peserta dalam kelompok memperoleh satu gambar yang sudah dipotong-potong (kecuali pengamat), yang dijadikan satu dalam satu wadah/meja dengan potongan-potongan gambar peserta lain.

3. Tugas masing-masing peserta menyusun kembali potongan-potongan gambar menjadi satu gambar yang utuh, dengan ketentuan :

a. Jika memperoleh potongan gambar yang tidak diperlukan/tidak sesuai, peserta harus segera mengembalikan ke dalam wadah/meja agar peserta lain dapat mengambil jika cocok dengan gambar yang dimiliki;

b. Tidak boleh meminta atau mengambil dari peserta lain, tetapi hanya boleh mengambil potongan gambar dari wadah/meja;

c. Tidak boleh saling berbicara, berkomunikasi dengan isyarat ataupun campur tangan dalam pekerjaan peserta lain.

4. Tugas pengamat dalam setiap kelompok mengamati dan mencatat apa yang terjadi padak kelompoknya selama permainan berlangsung dengan memperhatikan hal-hal berikut :

a. Adakah peserta yang melanggar peraturan ?

b. Peraturan mana yang dilanggar ?

c. Mengapa peraturan itu dilanggar ?

d. Adakah peserta yang menumpuk banyak potongan gambar dan tidak mau mengembalikan ke wadah/meja ?

Ulangi permainan ini dengan ketentuan, peserta boleh berkomunikasi dan saling membantu dalam kelompoknya.

Debriefing :

1. Apa kesulitan peserta dalam menyusun gambar ?

2. Bagaimana cara mereka mengaplikasikan pengalaman pada kehidupan ?

Catatan :Gambar bisa bikin sendiri lalu dipotong menjadi beberapa bagian

Jumat, 29 Januari 2010

kubadayaanjawa dlm penerpan politik indonesia

Dominasi Kebudayaan Jawa dalam Penerapan Politik Indonesia




ANANG MA’RUF

24 desember 2009


        Dominasi Kebudayaan Jawa dalam Penerapan Politik Indonesia             Dominasi 
Kebudayaan Jawa dalam Penerapan Politik Indonesia (Sebuah Telaah Kritis Tentang 
Kendala Budaya dalam Penerapan Demokrasi di Indonesia)  A. Pendahuluan
 Menurut Yahya Muhaimin, masyarakat Indonesia yang secara sosio-historis 
merupakan masyarakat plural, sebenarnya mempunyai pola-pola budaya politik yang 
elemen-elemennya bersifat dualistis. Dualisme tersebut berkaitan dengan tiga 
hal, yaitu:
 1. Dualisme antara kebudayaan yang mengutamakan keharmonisan dengan kebudayaan 
yang mengutamakan kedinamisan (konfliktural). Dualisme ini bisa kita lihat 
dalam interaksi antara budaya yang dipengaruhi oleh nilai-nilai Jawa dengan 
kebudayaan yang dipengaruhi oleh kebudayaan luar Jawa, terutama Sumatera Barat, 
Sumatera Utara dan Sulawesi.
 2. Dualisme antara budaya dan tradisi yang mengutamakan keleluasaan dengan 
yang mengutamakan keterbatasan. Fenomena ini merupakan tendensi kemanunggalan 
militer-sipil dalam proses sosial politik.
 3. Dualisme akibat masuknya nilai-nilai barat ke dalam masyarakat Indonesia. 
Hakikat nilai Barat adalah pandangan hidup yang menempatkan indiidualisme dalam 
kedudukan yang vital (Muhaimin, Yahya; 52-53).
   Pada makalah ini, penulis memfokuskan bahasan pada titik yang pertama yaitu 
Dualisme Budaya Jawa dan Non Jawa dengan penekanan pada bentuk-bentuk dominasi 
Budaya Jawa dalam budaya dan pelaksanaan politik di Indonesia.
  B. Tesis Dominasi Budaya Jawa.
 Pada bagian ini, penulis akan mengutip 3 pendapat ahli untuk memperkuat judul 
makalah ini, bahwa dominasi Jawa memang terjadi, sehingga penyataan penulis 
tidak berupa klaim atau suatu sikap antipati belaka. Nazaruddin Syamsuddin, 
seorang pakar politik dari FISIP Universitas Indonesia mengemukakan, dalam 
sejarah politik Indonesia tahun 1950-an tampak adanya dua pola perbenturan yang 
menonjol, yaitu:
 1. Pola pertarungan antara sub budaya politik aristrokrasi Jawa dan 
kewiraswastaan Islam.
 2. Pola perbenturan antara sub budaya politik yang berlindung di balik 
kepentingan Jawa dan luar Jawa.
   Terkait dengan pola yang kedua, menurut Nazaruddin perbenturan antara 
kelompok-kelompok sub budaya politik Jawa dan Luar Jawa, baik dalam bentuk 
perlawanan bersenjata maupun tidak, dimensi-dimensi kepentingan politik dan 
ekonomi selalu hadir, baik secara bersamaan maupun sendiri-sendiri. Masalah 
otonomi daerah dan konsekuensi lain yang timbul dari dukungan yang kita berikan 
pada konsep sentralisasi dan desentralisasi pada umumnya mempunyai dimensi 
politik, meskipun ada kaitannya pula dengan dimensi ekonomi. Selain itu, 
persoalan pembagian kekuasaan atau pengaruh politik, baik di tingkat daerah 
maupun nasional, dan masalah keseimbangan pembangunan antara Jawa dan Luar 
Jawa, juga menjadi persoalan krusial (Syamsuddin, Nazaruddin; 42-44).
  Pemikiran dan tingkah laku politik masyarakat Indonesia yang multietnis, 
sebenarnya bukan dipengaruhi oleh campuran nilai budaya berbagai suku bangsa 
yang banyak itu. Sebaliknya, yang benar-benar mempengaruhi hanya nilai beberapa 
suku bangsa tertentu. Diantara beberapa suku bangsa yang sangat berpengaruh, 
Jawa dengan cara berpikir dan pola hidupnya paling dominan. Dominasi ini 
disebabkan oleh jumlah masyarakat orang Jawa yang cendrung mendominasi 
kehidupan politik, dan keberadaan pusat pemerintahan yang kebetulan berada di 
Jawa. Oleh karena itu, selalu terdapat kecendrungan pada suku-suku Non Jawa 
untuk selalu mengadaptasi diri dengan nilai-nilai keJawaan atau menjadikan 
nilai Jawa sebagai basis persepsi politik mereka (Muhaimin, Yahya; 53-54).
  Pendapat Yahya tentang dominasi Jawa diamini oleh Aristides Katoppo 
(Budayawan dari Minahasa Sulawesi Utara). "Budaya politik nasional, termasuk 
budaya berdemokrasi dan khususnya berkaitan dengan bangunan sistem kekuasaan, 
merupakan hasil akumulasi, agregasi dari budaya, dan sistem kekuasaan dari 
daerah-daerah (budaya lokal).namun, suatu hal yang tidak dapat kita pungkiri 
adalah, bahwa dominasi budaya Jawa, terhadap pembentukan budaya politik 
nasional merupakan suatu keniscayaan. Karena bukan saja kekuasaan negeri ini 
dikendalikan dari Jawa, tapi struktur kekuasaan yang ada pun didominasi oleh 
orang Jawa, sebagai akibat dari dominannya etnis Jawa secara kuantitatif. 
Kondisi ini kemudian membuat kecendrungan etnis lain mengakomodir/menyesuaikan 
dengan tradisi/budaya Jawa, termasuk dalam berdemokrasi (mengelola kekuasaan). 
Akibat lanjutannya konsep demokrasi dan konsep kekuasaan nasional, sangat 
dipengaruhi oleh konsep kekuasaan Jawa. (Katoppo, Aristides; 2).
  C. Budaya Politik Jawa
 Yahya Muhaimin dalam tulisannya "Persoalan Budaya Politik Indonesia" 
mengutarakan tentang sikap-sikap masyarakat Jawa terkait dengan pelaksanaan 
politik di Indonesia. Adapun sikap-sikap itu antara lain:
   1. Konsep "Halus"
 Masyarakat Jawa cendrung untuk menghindarkan diri atau cendrung untuk tidak 
berada pada situasi konflik dengan pihak lain dan bersamaan dengan itu mereka 
juga cendrung selalu mudah tersinggung. Ciri-ciri ini berkaitan erat dengan 
konsep "halus" (alus) dalam konteks Jawa, yang secara unik bisa diterjemahkan 
ke dalam bahasa Inggris dengan kata subtle, smooth, refined, sensitive, polite 
dan civilized. Konsep ini telah ditanamkan secara intensif dalam masyarakat 
Jawa sejak masa kanak-kanak. Ia bertujuan membentuk pola "tindak-tanduk yang 
wajar", yang perwujudannya berupa pengekangan emosi dan pembatasan antusiasme 
serta ambisi. Menyakiti dan menyinggung orang lain dipandang sebagai tindakan 
kasar, rough, crude, vulgar, coarse, insensitive, impolite dan uncivilized (ora 
njawa). Nilai-nilai semacam ini menyebabkan orang Jawa kelihatan cendrung 
mempunyai konsepsi tentang "diri" yang dualistis.
   Sebagai manifestasi tingkah laku yang halus, kita mengenal dua konsep yang 
bertautan, yaitu "malu" dan "segan". Yang pertama berkonotasi dari perasaan 
discomfort sampai ke perasaan insulted atau rendah diri karena merasa berbuat 
salah. Yang kedua, "segan", mirip dengan yang pertama tapi tanpa perasaan 
bersalah. Rasa segan (sungkan). Ini merupakan perpaduan antara malu dan rasa 
hormat kepada "atasan" atau pihak lain yang setara namun belum dikenalnya 
dengan baik.
  Dari tema-tema kultural seperti di atas, kita dapat memahami mengapa orang 
Jawa mempunyai kesulitan untuk berlaku terus terang. Ini terjadi karena ia 
ingin selalu menyeimbangkan penampilan lahiriah dengan suasana batinnya 
sedemikian rupa sehingga dianggap tidak kasar dan tidak menganggap keterbukaan 
(keterusterangan) sebagai suatu yang terpuji kalau menyinggung pihak lain. 
Untuk itu seorang lawan bicara (counterpart) mesti memiliki sensitivitas 
tertentu karena ketiadaan sensitivitas akan sering mengakibatkan suatu hasil 
yang jauh dari yang dimaksudkan.
  2. Menjunjung Tinggi Ketenangan Sikap
 Sikap ini merupakan refleksi tingkah laku yang halus dan sopan. Pola ini 
merupakan pencerminan kehalusan jiwa yang diwujudkan dengan pengendalian diri 
dan pengekangan diri. Kewibawaan ini bisa tercapai dengan bersikap tenang di 
muka umum, yaitu dengan memusatkan kekuatan diri. Ini berarti bahwa pribadi 
yang berwibawa adalah pribadi yang tenang, tidak banyak tingkah dan karenanya 
tidak akan selalu mulai melakukan manufer. Sebagai seorang yang berwibawa, 
dalam tingkat pertama, ia merasa tidak akan membutuhkan orang lain, sebaliknya 
orang lain yang selalu membutuhkannya. Karena itu, ia akan selalu merasa perlu 
membuat jarak dengan orang lain. Karakteristik inilah yang merupakan pola 
kultural bahwa tindakan dan tingkah laku akan mengakibatkan resiko tertentu 
yang tidak baik bila tindakan tersebut tidak didasarkan pada ketenangan jiwa 
atau didasarkan pada pamrih, ketidaktulusan dan penuh emosi.
   Pola ini mengindikasikan bahwa masyarakat Jawa menganggap orang yang 
berwibawa tidak perlu berarti orang yang aktif atau orang yang memecahkan 
berbagai persoalan rutin sehari-hari atau orang orang yang terlibat dalam 
pembuatan keputusan sehari-hari, bukan a man of action. Orang yang berwibawa 
adalah orang memiliki status tertentu sehingga merupakan objek loyalitas dan 
kepatuhan pada orang lain. Bertalian dengan pola ini, terdapat suatu 
kecendrungan pada orang Jawa agar kelihatan lebih penting menghargai simbol 
daripada subtansi dan menghargai status daripada fungsi seseorang.
  Letak status yang sentral ini mendapatkan penjabaran yang cukup unik dalam 
kaitannya dengan kekuasaan. Dalam konteks ini, harta merupakan sumber 
kekuasaan, sebab kekayaan merupakan sumber status, tapi sepanjang kekuasaan itu 
dirasakan juga oleh orang lain. Bila orang lain bisa menikmati kekayaan itu, 
maka kesetiaan dan ketaatan akan timbul secara otomatis dari mereka yang berada 
di sekelilingnya. Hal yang demikian berlaku pula pada sumber-sumber status yang 
lain, misalnya ilmu pengetahuan, jabatan dan sebagainya. Dengan demikian dapat 
dikatakan bahwa dalam tradisi ini kekayaan tidak secara otomatis membawa 
kewibawaan atau kekuasaan, bila kekayaan itu tidak dibagi-bagikan, tidak 
dinikmati bersama-sama. Kekayaan seperti akan bersifat destruktif, sebab 
dilandasi pamrih.
  3. Konsep Kebersamaan
 Dalam kebudayaan Jawa, kebersamaan ini secara operasional tidak sekedar 
diaktualisasikan dalam aspek-aspek yang materialistis, tapi juga dalam 
aspek-aspek yang non materialistis atau yang menyangkut dimensi moral. 
Implikasi dimensi yang sangat luas ini ialah kaburnya hak dan kewajiban serta 
tanggung jawab seseorang. Jika seseorang mempunyai hak atas sesuatu, maka dalam 
kerangka ini, orang lain akan cendrung berusaha menikmati hak tersebut. Pihak 
yang secara intrinsik mempunyai hak juga cendrung membiarkan orang lain ikut 
menikmatinya. Karena itu, kalau seseorang memiliki kewajiban atau tanggung 
jawab, maka orang tersebut cendrung ingin membagi kewajiban itu pada orang 
lain. Dengan demikian, takkala suatu pihak dituntut untuk 
mempertanggungjawabkan kewajibannya, maka secara tidak begitu sadar ia 
seringkali bersikap agar pihak lain juga bersama-sama memikul tanggung jawab 
itu. Bahkan seluruh anggota masyarakat diinginkan agar sama-sama mengemban 
tanggung jawab. Implikasi
 selanjutnya ialah adanya kecendrungan bahwa takkala diperingatkan (dikritik) 
agar bertanggung jawab, ia cendrung mengabaikan peringatan (kritik) tersebut 
sebab orang lain atau anggota masyarakat selain dia dirasakannya tidak dimintai 
pertanggunjawaban, padahal mereka telah ikut menikmati haknya tadi. Sedemikian 
jauh sifat pengabaian itu sehingga sering sampai pada titik "tidak ambil 
pusing". Pada titik inilah masyarakat Jawa kelihatan kontradiktif, yakni, pada 
satu segi, selalu berusaha bersikap dan berlaku halus serta bertindak tidak 
terus terang, tetapi pada segi lain sering bersikap "tidak ambil pusing" (tebal 
muka) terhadap kritik yang langsung sekalipun serta bersikap "menolak" secara 
terus terang.
   Dari kualitas kultural yang tergambar secara singkat di atas, kita dapat 
menyimpulkan bahwa sesungguhnya hubungan-hubungan sosial merupakan basis dan 
sumber hubungan politik. Dalam hubungan sosial politik masyarakat Jawa bersifat 
sangat personal. Di samping itu, terdapat suatu kecendrungan yang amat kuat 
bahwa dalam masyarakat terdapat watak ketergantungan yang kuat pada atasan 
serta ketaatan yang berlebihan pada kekuasaan, sebab status yang dipandang 
sebagai kewibawaan politik dijunjung begitu tinggi. Semua kecendrungan 
sosio-kultural ini memperkental sistem patron-klien yang sangat canggih dalam 
masyarakat. Dengan sistem seperti ini, keputusan-keputusan dalam setiap aspek 
diambil untuk menjaga harmoni dalam masyarakat yang dipimpin para "orang bijak" 
tersebut, yang menurut banyak orang, disebabkan oleh warisan kultural 
masyarakat pemerintahan tani tradisional yang bersifat sentralistik (Muhaimin, 
Yahya; 53-58)
  D. Telaah Kritis
 Budaya Jawa yang relatif feodal, daripada demokratis berakibat pada feodalisme 
kekuasaan nasional, merupakan persoalan urgen yang kita hadapi dalam rangka 
mewujudkan demokratisasi di Indonesia. Sebelum beranjak lebih jauh mengupas 
masalah ini, ada baiknya kita mesti memiliki pemahaman tentang indikator 
kehidupan politik yang demokratis. Bingham Powell, Jr memberikan kriteria 
tentang hal ini:
 1. Legitimasi pemerintahan didasarkan pada klaim bahwa pemerintah tersebut 
mewakili keinginan rakyatnya. Artinya, klaim pemerintah untuk patuh pada aturan 
hukum didasarkan pada penekanan bahwa apa yang dilakukannya merupakan kehendak 
rakyat.
 2. Pengaturan yang mengorganisasi perundingan untuk memperoleh legitimasi 
dilaksanakan melalui pemilihan umum yang kompetitif. Pemimpin dipilih dengan 
interval yang teratur, dan pemilih dapat memilih di antara alternatif calon. 
Dalam prakteknya, paling terdapat dua partai politik yang mempunyai kesempatan 
untuk menang sehingga piihan tersebut benar-benar bermakna.
 3. Sebagian besar orang dewasa dapat ikut serta dalam proses pemilihan baik 
sebagai pemilih maupun sebagai calon untuk menduduki jabatan penting.
 4. penduduk memilih secara rahasia dan tanpa dipaksa.
 5. Masyarakat dan pemimpin menikmati hak-hak dasar, seperti kebebasan 
berbicara, berkumpul, berorganisasi dan kebebasan pers. Baik partai politik 
yang lama maupun yang baru dapat berusaha untuk memperoleh dukungan ( Gaffar, 
Afan; 153).
   Melihat indikator ini, dapat dipahami bahwa demokrasi berkaitan erat dengan 
pertanggungjawaban, kompetisi, keterlibatan, dan tinggi-rendahnya kadar untuk 
menikmati hak-hak dasar.
  Sekarang kita coba meneropong budaya Jawa terkait dengan indikator ini. 
Ketika demokrasi menawarkan konsep egalitarian dengan memandang orang lain sama 
tinggi/sejajar, maka inilah persoalan pertama bagi budaya politik Jawa untuk 
eksis. Kemudian masalah keterbukaan, kita melihat dualisme sikap budaya Jawa 
yang cendrung tertutup sangat tidak baik bagi perkembangan demokrasi. Kritik 
terhadap pemimpin yang dianggap sebagai hal yang tabu menjadikan kedinamisan 
perbedaan terkekang. Budaya Jawa yang mementingkan keharmonisan membuat warna 
dialektis cendrung terkekang, kerena perbedaan dinihari dieliminir untuk 
menjaga keutuhan kebersamaan.
  E.Penutup
  Sebagai penutup dari makalah ini, baiknya penulis menyampaikan bahwa tujuan 
penulisan makalah ini bukanlah ingin menjatuhkan, memandang rendah, 
mengolok-olok budaya Jawa dalam konteks pelaksanaan demokratisasi di Indonesia. 
Namun, tujuan penulis hendak memaparkan tentang kecendrungan yang terjadi 
selama ini. Didukung dengan analisis-analisis para akademisi penulis mencoba 
untuk objektif mamaparkan masalah yang sensitif ini. Meskipun, budaya politik 
Jawa cendrung feodalistik, bukan berarti penulis mengatakan orang Jawa itu 
tidak demokratis. Negara kita didirikan atas dasar prinsip-prinsip demokrasi, 
dan sebagian besar perumusnya berasal dari Jawa. Telaah penulis lebih kepada 
kajian budaya, bukan spesifik kepada personal.
 Akhirnya, penulis berharap makalah ini bermanfaat dalam proses pembelajaran 
pada perkuliahan ini.
   F. Daftar Pustaka
 Alfian dan Nazaruddin Syamsuddin (Ed), 1991. Profil Budaya Politik Indonesia. 
PT Temprint; Jakarta.
   Najid, Muhammad dkk (Ed), 1996. Demokrasi dalam Perspektif Budaya Nusantara. 
LKPSM; Yogyakarta.